Jumat, 19 Desember 2014

BIOFLOK

APA YANG DIMAKSUD BIOFLOK (BIOFLOC) ??
Bioflok merupakan agregat diatom, makroalga, pelet sisa, eksoskeleton organisme mati, bakteri, protista dan invertebrata juga mengandung bakteri, fungi, protozoa dan lain-lain yang berdiameter 0,1-2 mm. Bahan-bahan organik itu merupakan pakan alami ikan dan udang yang mengandung nutrisi baik, yang mampu disandingkan dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan akan baik bahkan jumlah pakan yang diberikan bisa diturunkan.(Probiotik)

MENURUT TEORI BIOFLOKULASI
Bioflok adalah tehnik pengolahan limbah cair untuk makroagregat yang dihasilkan dalam sistem lumpur aktif. Lumpur aktif bisa juga diibaratkan sebagai sup mikroba yang terbentuk dari pemberian aerasi terus menerus pada biomassa tersuspensi dan mikroorganisme penguraian dalam limbah cair. 

TERBENTUKNYA BIOFLOK DALAM AIR
Proses ini dimulai dari proses nitrifikasi yang reaksinya adalah amonia plus oksigen menjadi ion nitrit dan akhirnya nitrat dan air, pada reaksi ini terdapat campur tangan bakteri oksidasi amonia dan bakteri oksidasi nitrit, artinya semua proses ini memerlukan oksigen yang cukup tinggi yaitu 4 ppm pada siang hari dan 6 ppm pada malam hari. 
Mikroorganisme seperti bakteri dengan kemampuann lisis bahan organic memanfaatkan detritus sebagai makanan. Sel bakteri mensekresi lendir metabolit , biopolymer (polisakarida , peptida, dan lipid) atau senyawa kombinasi dan terakumulasi di sekitar dinding sel serta detritus. Kesalingtertarikan antar dinding sel bakteri menyebabkan munculnya flok bakteri. (Aquacultur.blogspot)

BIOFLOK DALAM BUDIDAYA LELE
Kita ketahui dengan sifat nafsu makan yang tinggi dan usus pendek dari ikan lele menyebabkan ikan lele mudah lapar namun cepat menyebabkan akumulasi kotoran menumpuk. Tehnik Bioflok pada intinya mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun yang terakumulasi dalam air pemeliharaan ikan. Dengan sistem self-purifikasi didapat hasil akhir meningkatkan effisiensi pemanfaatan pakan dan peningkatan kualitas air. Hasilnya adalah :
1. Pakan ikan lele akan lebih effisien
2. Pertumbuhan ikan lele akan rampag artinya selama kegiatan budidaya tidak ada kegiatan penyortiran.
3. Kecepatan pertumbuhan ikan yang lebih optimal dengan masa waktu panen yang lebih singkat.
4. Padat tebar per meter3 yang lebih tinggi kisaran 500 benih-1000 benih/m3.
5. Ikan sehat dan gesit serta mengurangi penyakit pada ikan.

SYARAT KOLAM BIOFLOK
1. Membutuhkan probiotik pembentuk flok. Seperti bakteri Bacillus sp : Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., Azotobacter sp., Pseudomonas sp..Probiotik bisa dibeli dipasaran dengan harga yang murah dan bisa diperbanyak dengan molase supaya lebih hemat.

contoh probiotik yang mengandung bakteri pembentuk flok
contoh probiotik yang mengandung bakteri pembentuk flok

2. Membutuhkan oksigen yang tinggi didalam kolam kisaran 4 ppm-6 ppm. Bisa menggunakan pompa celup dengan ketinggian pompa 2,5 meter dengan kekuatas 43 watt.
3. Penambahan bahan baku stater yang mengandung karbon seperti molase, tepung tapioka, tepung terigu, bekatul atau gula.
4. Kondisi lingkungan air kolam dibuat selalu mengaduk dengan bantuan semburan air atau aerator.

CIRI-CIRI AIR KOLAM YANG TERBENTU BIOFLOK
1. Warna air kolam coklat kekuningan semakin lama akan coklat kemerahan.
2. Air kolam tidak berbau.
3. Air kolam lebih encer dan tidak kental.
4. Jika diambil sampel airnya didiamkan beberapa menit, terdapat endapan coklat kehijauan yang melayang-layang didalam air.
5. Ikan lele sehat dan gesit.

Mengapa dibutuhkan bahan Penambahan Bahan yang mengandung karbon kedalam air kolam.
Didalam sistem bioflok membutuhkan oksigen, sisa pakan, air yang tersuspensi dan bantuan bakteri probiotik didalam kolam. Bakteri ini membutuhkan makanan untuk bermetabolisme dan berkembang menjadi jumlah yang mampu menguraikan sisa pakan didasar kolam. Bakteri dapat memanfaatkan ammonia-nitrogen dengan effisien jika perbandingan C/N sekitar 15-25 : 1. Sehingga kekurangan karbon dilakukan kegiatan penambahan bahan ke dalam kolam seperti gula, molase , tepung tapioka, tepung terigu, dan dedak.
Menurut perhitungan dengan pemberian pakan pelet dengan kandungan protein 34%, dengan luasan kolam ukuran 5 x 2 tinggi 1 meter.Setiap hari diberikan 2 ons bahan karbon kedalam kolam.

Sumber :
Berbagai Jurnal
Randi Farm (www.randifarm.com)

http://www.keboen-ikan.com/2013/03/biofloc-bioflok-sistem-budidaya-ikan.html

Kamis, 18 Desember 2014

Red Water System

Red Water System adalah salah satu cara baru dalam kegiatan budidaya ikan lele dengan memanfaatkan bakteri Lactobacillus dan bakteri Saccharomyces dalam proses pembesaran benih ikan lele tanpa ganti air kolam hingga panen dengan cara fermentasi Yakult, Ragi Tape dan Molasses (Tetes Tebu / Gula Jawa / GulaMerah).

Seperti kita ketahui, tumpukan kotoran ikan dan sisa pakan yang mengendap didasar kolam dapat mengganggu kesehatan ikan. Nah, Red Water System ini memanfaatkan tumpukan kotoran ikan dan sisa pakan yang mengendap di dasar kolam menjadi kebutuhan makanan bagi bakteri Lactobacillus dan Saccharomyces, kotoran-kotoran tersebut akan diserap sebagai pakan utamanya.

Untuk diketahui, Saccharomyces memang bukanlah bakteri, tetapi sejenis ragi/yeast yang tujuannya memberikan Lactobacillus dalam memberikan asam organik didalam kolam yang akan merangsang tumbuhnya bakteri ungu/purple non sulfur.

Kolam Red Water System hanya ideal untuk penebaran benih ikan lele dalam jumlah 300 ekor/m3 (tanpa aerasi) dan 500 ekor/m3 (dengan bantuan aerasi) tanpa perlu ganti air hingga panen. Sistem ini sangat cocok bagi Anda yang terlalu sibuk dengan kegiatan lain ataupun yang malas berurusan dengan sedot-menyedot kotoran ikan lele di dasar kolam.

Sebagai catatan, agar tidak terjadi booming kotoran ikan yang tidak terserap semua oleh kedua bakteri tersebut, maka penting untuk menempatkan Arang dipinggir-pinggir dinding kolam sebanyak 1 Kg/m3 (bukan dibagian dasar kolam) yang berfungsi untuk menyerap sisa kotoran ikan yang tak dimakan oleh bakteri Lactobacillus di dalam air kolam lele.


PROSES APLIKASI RED WATER SYSTEM (RWS):
1. Bahan-Bahan:


a. Air Bersih = 18 liter.
b. Yakult = 4 botol.
c. Ragi Tape = 2 butir.
d. Molasses (Tetes Tebu / Gula Jawa / Gula Merah) = 1 liter.
e. Air Kelapa Murni (dari 1 butir buah kelapa yang sudah tua.
f. Jerigen 20 liter = 1 unit.

2. Cara Mengolah Bahan:


Masukkan air bersih 18 liter ke dalam Jerigen bersih, kemudian tuangkan 4 botol Yakult, 1 liter Molasses, 2 butir Ragi Tape (yang sudah di tumbuk halus) dan Air Kelapa Murni ke dalam jerigen yang telah berisi air bersih. Kocok jerigen selama 1-2menit agar semua bahan2 terlarut merata.

Simpan jerigen beserta bahan-bahan tersebut selama 6-7 hari agar terjadi proses fermentasi dengan sempurna yang akan di tandai dengan cairan didalam jerigen berubah warna menjadi coklat dan berbau alkohol.

3. Cara Aplikasi Bahan Pada Kolam Ikan Lele:


Kolam yang telah berisi air bersih bebas kandungan logam berat beserta benih ikan lele diberi tetesan Fermentasi Yakult, Molasses, Ragi dan Air Kelapa yang sudah jadi di jerigen setiap hari secara merata ke seluruh permukaan kolam. Setiap 1 m3 (meter kubik) kolam, di teteskan 100 ml bahan fermentasi tersebut atau setara dengan 1/2 gelas Aqua.

Sisa bahan fermentasi tetap di simpan didalam jerigen untuk digunakan lagi pada hari-hari berikutnya. Dan lakukan penetesan bahan fermentasi itu setiap hari dengan jarak waktu 24 jam.

Letakkan Arang dipinggir-pinggir dinding kolam sebanyak 1 Kg/m3 (bukan dibagian dasar kolam) yang berfungsi untuk menyerap sisa kotoran ikan yang tak dimakan oleh bakteri Lactobacillus di dalam air kolam lele.

Akibat penetesan bahan fermentasi diatas setiap hari, maka dari hari ke hari air kolam akan berubah warna perlahan-lahan dari warna Hijau, Coklat hingga menjadi warna Merah muda.

Jangan panik dengan air menjadi berwarna Merah, karena sesungguhnya air kolam seperti itu dalam keadaan sangat sehat bagi ikan dan sangat minim kotoran ikan karena telah di makan oleh bakteri Lactobacillus dan juga diserap oleh Arang yang di letakkan dipinggir-pinggir dinding kolam.

Disarankan untuk memasang 2 titik selang aerasi udara, yang bertujuan untuk mengaduk bakteri Lactobacillus yang mengendap di dasar kolam agar dapat terus berada merata di semua area kolam.

4. Pemberian Pakan Ikan Lele:


Pemberian pakan pelet pada ikan lele disarankan untuk di rendam dulu dengan air hangat lalu di dinginkan dengan cara di angin-anginkan sebelum ditebar ke kolam. Pelet yang kurang lembut sering menjadi penyebab perut ikan kembung dan luka pada usus yang akhirnya menimbulkan kematian pada benih lele.

Kasus perut kembung pada benih lele juga sering terjadi saat peralihan pelet misalnya dari pelet FF 999 menuju ke pelet 781 (-1) dan seterusnya.

Pemberian pakan / pelet pada sistem ini tidak diperlukan lagi Probiotik, karena hasil fermentasi bahan-bahan Red Water System (RWS) ini juga adalah Probiotik.

Artikel rujukan:

RED WATER SYSTEM
oleh Prof. Ibnu Sahidhir


1. Atasi sumber air sumur / sumur bor dari kandungan logam berat seperti, zat besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan alumunium (Al) dengan filter karbon aktif, atau dengan penaburan Kapur Dolomit sebanyak 300 gram/m3 pada seluruh permukaan air kolam (jumlah Dolomit disesuaikan dengan luas kolam dan tinggi air yang direncanakan). 

2. Penetesan bahan-bahan hasil fermentasi Yakult, Molases, Ragi, dan Air Kelapa sesuai dosis yang dianjurkan, hanya dilakukan hingga air kolam berubah berwarna menjadi Merah. Jika air kolam sudah berwarna Merah, maka penetesan hasil fermentasi tersebut harus dihentikan / di stop.

Proses perubahan air kolam menjadi Merah saat diberikan tetesan bahan-bahan hasil fermentasi itu adalah diawali dengan perubahan air kolam menjadi warna Hijau bila matahari terang terus menyinari air kolam, selanjutnya dari air Hijau akan berubah menjadi warna Coklat dan akhirnya air kolam berubah menjadi warna Merah. Ketika sudah berwarna Merah, penetesan bahan-bahan fermentasi di stop / dihentikan.

Pada bagian lain, air kolam juga bisa berubah menjadi warna Hitam, jika proses penetesan bahan fermentasi pada air kolam tidak memperoleh sinar matahari yang cukup (karena sering hujan/mendung). Maka proses Red Water dapat disebut rusak, sebab itu sebelum air kolam menjadiwarna Hitam, maka segeralah air kolam di buang 10% dan di ganti dengan air yang baru 10% dan dilakukan dalam beberapa hari sambil terus diteteskan bahan2 hasil fermentasi tersebut sampai air berubah menjadi Merah. 

3. Jika suatu hari mencium air kolam Merah mulai berbau, maka kurangi pemberian pakan/pelet atau dipuasakan sehari yang disertai dengan memberikan Kapur Dolomit pada air kolam.

Sumber: Prof. Ibnu Sahidhir, Peneliti Bidang Perikanan pada Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Ujung Batee, Provinsi Aceh.

http://elvandi.blogspot.com/2014/09/red-water-system-untuk-budidaya-ikan-lele.html

Jumat, 12 Desember 2014

Sistem Pemeliharaan Ikan di Karamba Jaring Apung


Putri Dhika Basani
     H1H013007

Sistem Pemeliharaan Ikan di Karamba Jaring Apung
   Budidaya ikan laut di jaring apung (floating cages) di Indonesia tergolong masih baru. Perkembangan budidaya secara nyata baru terlihat pada sekitar tahun 1989 yang ditandai dengan keberhasilan UPT Perikanan melaksanakan pemijahan / pembenihan sekaligus pembesaran ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di daerah Lampung untuk tujuan komersial. Jenis-jenis ikan laut lain yang dapat dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi sumber daya yang ada jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan serta teknologinya yang sudah dikuasai/dihasilkan sendiri di Indonesia, guna untuk menghindari resiko kegagalan yang besar.
Keramba jaring apung (cage culture) adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk, sungai, selat dan teluk. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jalan inspeksi dan rumah jaga. Kantong jaring terbuat dari bahan polyethelene dan polyprophelene dengan berbagai ukuran mata jaring dan berbagai ukuran benang, berfungsi sebagai wadah untuk pemeliharaan dan treatment ikan. Pelampung terbuat dari drum plastik, drum besi bervolume 200 liter, styrofoam atau gabus yang dibungkus dengan kain terpal yang berfungai untuk mempertahankan kantong jaring tetap mengapung di dekat permukaan air. Rochdianto (2005) menambahkan, Keramba jaring apung ditempatkan dengan kedalaman perairan lebih dari 2 meter.
Kegiatan pembesaran ikan dikaramba jarring apung dapat dilakukan sebagai berikut:
1.             Penebaran Benih
Benih yang ditebar sebaiknya memiliki ukuran yang sama dan seumur. Jika ada yang lebih besar atau lebih tua umurnya dikhawatirkan akan mendominasi benih lainnya, baik dalam persaingan hidup maupun persaingan mendapat makanan. Padat penebaran benih yang disarankan adalah sekitar 5 kg/m2. Padat penebaran sebanyak itu akan menghasilkan panen sekitar 30 – 40 kg/m2 (Rochdianto, 2005).
2.       Pemberian Pakan
Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari biaya operasional dalam pembesaran ikan. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali yaitu, pagi, siang, sore dan malam hari.
3.       Pengendalian hama dan penyakit
          Pada pembesaran ikan di jaring terapung hama yang mungkin menyerang Cara untuk menghindari dari serangan adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan lembaran jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budi daya. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan juga tidak akan berlompatan keluar.
Penyebab penyakit infeksi adalah parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi. Parasit dapat dikendalikan dengan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1%. Pengendalian jamur menggunakan malachyt green oxalat. Sedangkan Penyakit bakteri dapat dibasmi dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm.
4.       Pengontrolan dan Perawatan keramba
Pengontrolan dan perawatan wadah budi daya perlu diperhatikan secara periodik. Setiap kali selesai panen, jaring harus diangkat dan bila ada bagian-bagian jaring yang rusak atau sobek, sesegera mungkin diperbaiki atau diganti. Apabila hal ini tidak dilakukan maka ikan akan lolos dari jaring atau hama dapat masuk ke dalam jaring dan memangsa ikan peliharaan. Pengontrolan serupa juga pelu dilakukan untuk peralatan lainnya seperti pelampung, kerangka keramba dan tali temali.
5.       Pemanenan
Pemanenan dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam. Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan.

Referensi:
Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Laut di Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994
Rochdianto, A. 2005. Budi Daya Ikan di Jaring Terapung.Penebar Swadaya:Jakarta. 98 hal

Rabu, 19 November 2014

Pemanfaatan Telematika (Remote Sensing) di Bidang Perikanan

Sebelum mengenal lebih jauh apa itu remote sensing, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu Telematika?.
Telematika adalah singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Istilah telematika sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
a)      Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
b)      Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology). Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
Jadi telematika itu sendiri dapat diartikan sebagai sistem jaringan komunikasi jarak jauh dengan teknologi informasi yang lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Salah satu contoh telematika yaitu internet.
Istilah telematika juga sering dipakai untuk beberapa macam bidang, seperti :
  • Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
  • Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
  • Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
Dalam telematika, ada yang disebut sebagai Computer Vision. Apa itu Computer Vision? Watch and learn.
Computer Vision adalah ilmu dan teknologi mesin yang melihat, di mana mesin mampu mengekstrak informasi dari gambar yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Sebagai suatu disiplin ilmu, visi komputer berkaitan dengan teori di balik sistem buatan bahwa ekstrak informasi dari gambar. Data gambar dapat mengambil banyak bentuk, seperti urutan video, pandangan dari beberapa kamera, atau data multi-dimensi dari scanner medis. Sedangkan sebagai disiplin teknologi, computer vision berusaha untuk menerapkan teori dan model untuk pembangunan sistem computer vision.
Computer Vision didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati. Cabang ilmu ini bersama Artificial Intelligence akan mampu menghasilkanVisual Intelligence System. Perbedaannya adalah Computer Vision lebih mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati. Namun komputer grafik lebih ke arah pemanipulasian gambar (visual) secara digital. Bentuk sederhana dari grafik komputer adalah grafik komputer 2D yang kemudian berkembang menjadi grafik komputer 3D, pemrosesan citra, dan pengenalan pola. Grafik komputer sering dikenal dengan istilah visualisasi data.
Computer Vision adalah kombinasi antara :
  • Pengolahan Citra (Image Processing), bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra/gambar (image). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik.
  • Pengenalan Pola (Pattern Recognition), bidang ini berhubungan dengan proses identifikasi obyek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan untuk mengekstrak informasi/pesan yang disampaikan oleh gambar/citra.
Beberapa aplikasi yang dihasilkan dari Computer Vision antara lain :
  1. Psychology, AI
  2. Optical Character Recognition
  3. Remote Sensing
  4. Medical Image Analysis
  5. Industrial Inspection
  6. Robotic
Baiklah. Setelah berbasa-basi, saatnya menuju topik utama. Topik utama nya adalahRemote Sensing dimana pembahasannya akan lebih dipersempit ke bidang perikanan. Berikut pembahasannya.
Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang Perikanan
Sebagaimana diketahui bahwa dua pertiga bagian dunia adalah lautan, begitu pula dengan wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( ± 3,1 juta km2) berupa laut dan daerah pesisir. Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi interaksi antara massa air yang datang dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pertemuan massa air dari kedua samudera tersebut terdapat pada daerah-daerah wilayah perairan laut Indonesia.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan.
Teknologi ini antara lain adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing, suatu teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara maju, seperti armada perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan mereka. Teknologi pada dasarnya memanfaatkan gejala alam, yang dengan akal pikiran manusia dapat diterjemahkan ke dalam suatu bentuk iptek (pengetahuan), yang digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya nelayan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat kontribusi fenomena alam pada perkembangan teknologi remote sensing (penginderaan jauh / inderaja), serta bagaimana dukungan teknologi ini terhadap produktivitas perikanan. Karena pada prinsipnya adanya teknologi inderaja ini diharapkan dapat memperluas informasi perikanan kepada nelayan sehingga kesejahteraannya kehidupannya dapat ditingkatkan.
Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu, angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi, karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi pada porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu (sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1).
Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Lillesand and Kiefer, 1987)
Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).

Gambar 2. Uraian interaksi obyek-obyek di permukaan bumi dengan gelombang elektromagnetik sehingga dihasilkan citra inderaja
Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Karakteristik spektral reflektansi tanah, air dan vegetasi (Lillesandand Kiefer, 1987)
Dengan mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara 0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue) dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986; Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.
Adapun kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik ini dengan perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Dimana dengan menggunakan bantuan energi cahaya matahari, dapat mengubah senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawa organik yang kaya energi dan dapat menjadi sumber makanan bagi semua organisme laut (Nybakken, 1992). Diantara semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian besar energi matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya rantai makanan dalam ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya bagi semua penghuni habitat bahari (Nybakken, 1992; Dupouy, 1991). Pada dasarnya fitoplankton terdiri dari alga yang berukuran mikroskopik yang berisikan pigment fotosintetik berwarna hijau, dan biasa disebut sebagai klorofil (Dupouy, 1991). Klorofil yang berwarna hijau inilah yang pada dasarnya menjadi sumber informasi perikanan laut karena keterkaitannya yang erat dengan produktivitas primer perikanan, sehingga dapat disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi disitu terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau, dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar 4)(Swain and Davis, 1978).

Gambar 4. Spektral reflektans dari air laut dgn konsentrasi klorofil yang berbeda (Swain and Davis, 1978)
Contoh dari penerapan karakteristik spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk memprediksi produktivitas laut (marine productivities) melalui konsentrasi klorofil salah dapat dilihat pada gambar 5. Dimana warna hijau tampak sebagai reaksi dari spektrum tampak mata hijau yang berinteraksi dengan Klorofil dan warna biru merupakan reaksi dari laut yang berinteraksi dengan spektrum tampak mata biru, yang dalam penelitian ini kedua unsur tersebut diberi warna berbeda, yaitu hitam kecoklatan untuk laut dalam, biru untuk konsentrasi klorofil rendah dan hijau untuk konsentrasi klorofil tinggi. Akan tetapi, fitoplankton atau klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan air permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai suhu yang relatif homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang terdapat jauh dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin) dengan suhu permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat massa air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang (Nybakken, 1992). Dalam hal ini perpindahan massa air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan kedua massa air yang berbeda suhu tersebut dengan bantuan kekuatan angin. Upwelling merupakan penaikan massa air laut dingin dan kaya nutrien ke lapisan di atasnya (Longhurst, 1988).

Gambar 5. Distribusi klorofil pada perairan Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan data Modis_Terra (http://www.gsfc.nasa.gov)
Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya, misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front (Hasyim dan Salma, 1998). Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya upwelling (Gambar 6).

Gambar 6. Proses terjadinya upwelling dan downwelling
Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Sedangkan eddie merupakan gerakan air berpusar searah arus yang disebabkan adanya pertemuan massa air panas dan dingin sehingga dapat tercipta cold ring (cold eddie) dan warm ring (warm eddie) (Gambar 7) (Longhurst, 1988). Upwelling, front dan eddie merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air yang berbeda suhu tersebut sehingga dapat merupakan feeding ground bagi jenis-jenis ikan pelagis dan juga dapat menjadi penghalang bagi pergerakan migrasi ikan karena pergerakan airnya yang sangat cepat dan bergelombang besar (Hasyim dan Salma, 1998). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stok ikan di ketiga tempat tersebut dan menjadi tempat yang ideal untuk penangkapan ikan jenis pelagis. Dengan demikian suhu dapat menjadi salah satu paramater yang dapat dimanfaatkan oleh sistim inderaja untuk menduga stok ikan, yaitu dengan menggunakan gelombang thermal. Karena obyek di bumi, termasuk tubuh air, juga merupakan sumber radiasi, dimana obyek yang mempunyai suhu di atas nilai absolut 0oC akan memancarkan energi panas ke atmosfir (Lillesand and Kiefer, 1987). Energi inilah yang ditangkap oleh sensor thermal pada satelit untuk diterjemahkan menjadi nilai digital pada citra satelit.

Gambar 7. Perbedaan eddies pada kedalaman perairan(www.oc.nps.navy.mil)
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan kan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah potensi penangkapan ikan sangat diperlukan dalam pembangunan sektor perikanan, khususnya bagi kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan survei, eksplorasi dan penelitian-penelitian dengan menelaah karakteristik serta variabilitas dari parameter oseanografi. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut memerlukan penggunaan serial data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan atau tahunan). Dari citra suhu permukaan laut (SPL) multitemporal dapat diperoleh informasi tentang pola distribusi SPL dan upwelling atau front yang merupakan daerah potensi ikan. Dari citra klorofil-a dapat diperoleh informasi konsentrasi fitoplankton (mg/m3) dengan nilai yang diwakili oleh degradasi warna yang berbeda. Diagram alir untuk analisis daerah potensi perikanan disajikan pada Gambar 8.
KESIMPULAN :
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya keinginan untuk memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada umumnya dan perikanan pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut umumnya mencakup daerah yang luas, remote (jauh) dan sulit diamati manusia tanpa adanya bantuan teknologi. Sehingga dengan mempelajari fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan teknologi satelit sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan sensor inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai kondisi perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini dapat menyumbangkan informasi secara kontinu kepada armada nelayan nasional mengenai daerah potensi perikanan tangkap. Dengan kata lain produktivitas perikanan nasional dapat ditingkatkan melalui perkembangkan teknologi ini.

Sumber :